Kamis, 31 Maret 2011

Sejarah Tugu Proklamasi


Naskah Proklamasi kemerdekaan RI dibacakan untuk pertama kalinya oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 di halaman kediaman Soekarno Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Rumah bersejarah ini, yang dulu disebut "Gedung Proklamasi", sudah tidak ada lagi sejak tahun 1960, Bung Karno menyetujui usul Wakil Gubernur Daerah Chusus Jakarta (DCI) Henk Ngantung agar rumah tersebut direnovasi. Waktu itu Presiden Soekarno sudah bermukim di Istana Negara. Ternyata, renovasi tidak terealisasi.

     Di lokasi ini Presiden Soekarno pada tanggal 1 Januari 1961 melakukan pencangkulan pertama tanah untuk pembangunan tugu, "Tugu Petir", yang kemudian disebut tugu proklamasi. Tugu ini berbentuk bulatan tinggi berkepala lambang petir, seperti lambang Perusahaan Listrik Negara (PLN). Tulisan yang kemudian dicantumkan, "Disinilah Dibatjakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Tanggal 17 Agustus 1945 djam 10.00 pagi oleh Bung Karno dan Bung Hatta".

     Sekitar 50 meter di belakang tugu ini dibangun gedung yang menandai dimulainya pelaksanaan "Pembangunan Nasional Semesta Berencana". Hanya bangunan ini yang berdiri di lokasi tersebut. Satu dan satu-satuya gedung yang ada sampai sekarang.

     Di antara bangunan yang terdapat di lokasi ini, hanya "Tugu Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia" yang langsung terkait dengan nuansa revolusi karena diresmikan tanggal 17 Agustus 1946 di masa Sekutu masih berkuasa. Di atas tulisan yang dipahat di bahan marmer itu ada tulisan lain, "Atas Oesaha Wanita Djakarta". Di dinding sebaliknya ada kutipan naskah proklamasi dan peta Indonesia juga dari marmer. Bentuk tugu ini mirip lambang Polda Metropolitan Jakarta asalkan dibuang kepalanya yang bergambar api berkobar.

     Kisah tugu ini diceritakan oleh sang pembuat, Dra Yos Masdani Tumbuan, dalam buku "19 Desember 1948 Perang Gerilya Perang Rakyat Semesta", hasil wawancara dengan Titiek WS. Diungkapkan, pada bulan Juni 1946, Yos Masdani sebagai seorang mahasiswi anggota Ikatan Wanita Djakarta diminta membuat tugu peringatan proklamasi. Permintaan itu disampaikan Ratulangi dan Mien Wiranatakusumah (kemudian hari dikenal sebagai Ny Mien Sudarpo Sastrosatomo). Tidak disediakan dana, kecuali disebutkan nama pelaksananya, yaitu Aboetardjab dari Biro Teknik Kores Siregar, mantan mahasiswa Tehnische Hoge School (sekarang Institut Teknologi Bandung/ITB). Dana harus dicari bersama kawan-kawan lain.

     Pada menjelang peresmian, ada hambatan karena Wali Kota Jakarta Suwiryo melarang peresmian pada tanggal 17 Agustus 1946. Ada larangan dari Sekutu di Jakarta. Mr Maramis yang hadir dalam pertemuan ini pun khawatir, kalau dipaksakan, akan terjadi tragedi seperti di Amritsar (India).
Sutan Sjahrir tanggal 16 Agustus 1946 tiba di Jakarta dari Yogyakarta. Ia menganggap peresmian itu ide yang bagus dan ia bersedia meresmikannya. Pada waktu hari peresmian, memang patroli Sekutu dan Gurkha hilir-mudik, tetapi tidak terjadi keributan. Mungkin karena kehadiran Perdana Menteri Sutan Sjahrir.

     Peristiwa mengejutkan terjadi tanggal 14 Agustus 1960. Surat kabar Keng Po memberitakan, Angkatan ’45 menginginkan agar tugu peringatan yang mereka sebut "Tugu Linggarjati" harus dimusnahkan. Pendapat yang aneh karena Perjanjian Linggarjati terjadi pada 10 November 1946, tiga bulan setelah tugu peringatan diresmikan. Menurut Yos Masdani, waktu itu komunis punya kekuatan untuk mengubah wajah sejarah. Tanggal 15 Agustus 1960, tugu peringatan itu lenyap.

     Bersama sejumlah tokoh wanita, antara lain Mr RA Maria Ulfah Santoso dan Lasmidjah Hardi, menemui Gubernur Sumarno di Balaikota. Dalam kesempatan ini, Gubernur menyerahkan tiga lempengan marmer yang tadinya melekat di tugu Linggarjati. Atas saran para wanita yang hadir, lempengan marmer itu disampaikan kepada Yos Masdani.

     Tahun 1968 kepada Gubernur Ali Sadikin disampaikan usulan agar tugu proklamasi dibangun kembali. Usul ini ditanggapi positif, terbukti urusan pemugaran sampai ke Sekretariat Negara. Pemugaran tertunda karena Yos Masdani berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar. Ia menolak tawaran Cornell University yang akan membeli marmer-marmer itu dengan harga tinggi.

     Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1972, Tugu Proklamasi diresmikan Menteri Penerangan Budiardjo di lokasi asal, dihadiri banyak tokoh masyarakat dan tokoh politik. Di antara yang hadir adalah mantan Wakil Presiden M. Hatta (mengundurkan diri 1 Desember 1956).

     Pada 17 Agustus 1980, Presiden Soeharto meresmikan monumen Soekarno-Hatta membacakan naskah proklamasi.



Sejarah Monumen Nasional

     Setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta setelah sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950 menyusul pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949, Presiden Sukarno mulai memikirkan pembangunan sebuah monumen nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan tepat di depan Istana Merdeka. Pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi saat ini dan mendatang.

     Pada tanggal 17 Agustus 1954 sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan monumen nasional digelar pada tahun 1955. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad. Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tapi sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria. Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya kepada Sukarno. Akan tetapi Sukarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan monumen itu berbentuk lingga dan yoni. Silaban kemudian diminta merancang monumen dengan tema seperti itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga biayanya sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi ekonomi saat itu cukup buruk. Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil, dan menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia membaik. Sukarno kemudian meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu. Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45, melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu. Tugu Peringatan Nasional ini kemudian dibangun di areal seluas 80 hektar. Tugu ini diarsiteki oleh Friedrich Silaban dan R. M. Soedarsono, mulai dibangun 17 Agustus 1961.

Selasa, 29 Maret 2011

Sejarah Ka'bah

     Ka'bah yang juga dinamakan Bayt al `Atiq (Arab:بيت ال عتيق, Rumah Tua) adalah bangunan yang dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail setelah Nabi Ismail berada di Mekkah atas perintah Allah SWT. Dalam Al-Qur'an, surah 14:37 tersirat bahwa situs suci Ka'bah telah ada sewaktu Nabi Ibrahim menempatkan Hajar dan bayi Ismail di lokasi tersebut.
     Pada masa Nabi Muhammad SAW berusia 30 tahun (sekitar 600 M dan belum diangkat menjadi Rasul pada saat itu), bangunan ini direnovasi kembali akibat banjir bandang yang melanda kota Mekkah pada saat itu. Sempat terjadi perselisihan antar kepala suku atau kabilah ketika hendak meletakkan kembali batu Hajar Aswad namun berkat penyelesaian Muhammad SAW perselisihan itu berhasil diselesaikan tanpa pertumpahan darah dan tanpa ada pihak yang dirugikan.
    Pada saat menjelang Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi sampai kepindahannya ke kota Madinah. Lingkungan Ka'bah penuh dengan patung yang merupakan perwujudan Tuhan bangsa Arab ketika masa kegelapan pemikiran (jahilliyah) padahal sebagaimana ajaran Nabi Ibrahim yang merupakan nenek moyang bangsa Arab dan bangsa Yahudi serta ajaran Nabi Musa terhadap kaum Yahudi, Tuhan tidak boleh disembah dengan diserupakan dengan benda atau makhluk apapun dan tidak memiliki perantara untuk menyembahnya serta tunggal tidak ada yang menyerupainya dan tidak beranak dan tidak diperanakkan (Surat Al Ikhlas dalam Al-Qur'an) . Ka'bah akhirnya dibersihkan dari patung patung ketika Nabi Muhammad membebaskan kota Mekkah tanpa pertumpahan darah.
     Selanjutnya bangunan ini diurus dan dipelihara oleh Bani Sya'ibah sebagai pemegang kunci ka'bah dan administrasi serta pelayanan haji diatur oleh pemerintahan baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, DinastiUmmayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti Usmaniyah Turki, sampai saat ini yakni pemerintah kerajaan Arab Saudi yang bertindak sebagai pelayan dua kota suci, Mekkah dan Madinah.





Sejarah Masjid Nabawi

     Masjid Nabawi adalah masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah saw., setelah Masjid Quba yang didirikan dalam perjalanan hijrah beliau dari Mekkah ke Madinah. Masjid Nabawi dibangun sejak saat-saat pertama Rasulullah saw. tiba di Madinah, yalah di tempat unta tunggangan Nabi saw. menghentikan perjalanannya. Lokasi itu semula adalah tempat penjemuran buah kurma milik anak yatim dua bersaudara Sahl dan Suhail bin ‘Amr, yang kemudian dibeli oleh Rasulullah saw. untuk dibangunkan masjid dan tempat kediaman beliau.
     Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50 m × 50 m, dengan tinggi atap sekitar 3,5 m Rasulullah saw. turut membangunnya dengan tangannya sendiri, bersama-sama dengan para shahabat dan kaum muslimin. Tembok di keempat sisi masjid ini terbuat dari batu bata dan tanah, sedangkan atapnya dari daun kurma dengan tiang-tiang penopangnya dari batang kurma. Sebagian atapnya dibiarkan terbuka begitu saja. Selama sembilan tahun pertama, masjid ini tanpa penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya, diadakan sedikit penerangan dengan membakar jerami.
     Kemudian melekat pada salah satu sisi masjid, dibangun kediaman Nabi saw. Kediaman Nabi ini tidak seberapa besar dan tidak lebih mewah dari keadaan masjidnya, hanya tentu saja lebih tertutup. Selain itu ada pula bagian yang digunakan sebagai tempat orang-orang fakir-miskin yang tidak memiliki rumah. Belakangan, orang-orang ini dikenal sebagai ahlussufah atau para penghuni teras masjid.
     Setelah itu berkali-kali masjid ini direnovasi dan diperluas. Renovasi yang pertama dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab di tahun 17 H, dan yang kedua oleh Khalifah Utsman bin Affan di tahun 29 H. Di jaman modern, Raja Abdul Aziz dari Kerajaan Saudi Arabia meluaskan masjid ini menjadi 6.024 m² di tahun 1372 H. Perluasan ini kemudian dilanjutkan oleh penerusnya, Raja Fahd di tahun 1414 H, sehingga luas bangunan masjidnya hampir mencapai 100.000 m², ditambah dengan lantai atas yang mencapai luas 67.000 m² dan pelataran masjid yang dapat digunakan untuk salat seluas 135.000 m². Masjid Nabawi kini dapat menampung kira-kira 535.000 jemaah.


Senin, 28 Maret 2011

Sejarah Taj Mahal

     Tāj Mahal (bahasa Urdu: تاج محل, Hindi: ताज महल) adalah sebuah monumen yang terletak di Agra, India. Dibangun atas keinginan Kaisar Mughal Shāh Jahān, anak Jahangir, sebagai sebuah musoleum untuk istri Persianya, Arjumand Banu Begum, juga dikenal sebagai Mumtaz-ul-Zamani atau Mumtaz Mahal. Pembangunannya menghabiskan waktu 23 tahun (1630-1653) dan merupakan sebuahadi karya dari arsitektur Mughal.
     Shah Jahan, kaisar dari Kekaisaran Mughal memiliki kekayaan yang besar selama masa kejayaannya. Pada 1631 istri keduanya wafat sewaktu melahirkan putrinya Gauhara Begum, anak ke-14 mereka.
     Shah Jahan memerintahkan Ustad Ahmad membuat bangunan ini. Ustaz Ahmad mengumpulkan 20.000 orang pekerja yang terdiri dari tukang batu, tukang emas, dan pengukir yang termasyhur dari seluruh dunia.
     Dengan bumbung, kubah dan menara yang buat dari marmer putih, serta seni mozak yang indah, Taj Mahal merupakan salah satu dari Tujuh Keajaiban di dunia. Sebanyak 43 jenis batu permata, termasuknya yaitu berlian, jed, kristal , topaz dan nilam telah digunakan untuk memper indah Taj Mahal. Pembuatan Taj Mahal memakan masa selama 22 tahun.



Sejarah Segitiga Bermuda

     Pada masa pelayaran Christopher Colombus, ketika melintasi area segitiga Bermuda, salah satu awak kapalnya mengatakan melihat “cahaya aneh berkemilau di cakrawala”. Beberapa orang mengatakan telah mengamati sesuatu seperti meteor. Dalam catatannya ia menulis bahwa peralatan navigasi tidak berfungsi dengan baik selama berada di area tersebut.
     Berbagai peristiwa kehilangan di area tersebut pertama kali didokumentasikan pada tahun 1951 oleh E.V.W. Jones dari majalah Associated Press. Jones menulis artikel mengenai peristiwa kehilangan misterius yang menimpa kapal terbang dan laut di area tersebut dan menyebutnya ‘Segitiga Setan’. Hal tersebut diungkit kembali pada tahun berikutnya oleh Fate Magazine dengan artikel yang dibuat George X. Tahun 1964, Vincent Geddis menyebut area tersebut sebagai ‘Segitiga Bermuda yang mematikan’, setelah istilah ‘Segitiga Bermuda’ menjadi istilah yang biasa disebut. Segitiga bermuda merupakan suatu tempat dimana di dasar laut tersebut terdapat sebuah piramid besar mungkin lebih besar dari piramid yang ada di Kairo Mesir. Piramid tersebut mempunyai jarak antara ujung piramid dan permukaan laut sekitar 500 m, di ujung piramid trsebut terdapat dua rongga lubang lebih besar.
     Dalam sejarah, orang, kapal-kapal, pesawat terbang dan lain-lain sebagainya yang hilang secara misterius seperti yang sering kita dengar di perairan Segitiga Bermuda, sebenarnya adalah masuk ke dalam lorong waktu yang misterius ini.
Seorang ilmuwan Amerika yang bernama Ado Snandick berpendapat, mata manusia tidak bisa melihat keberadaan suatu benda dalam ruang lain, itulah obyektifitas keberadaan lorong waktu.
Dalam penyelidikannya terhadap lorong waktu, John Buckally mengemukakan teori hipotesanya sebagai berikut:
§  Obyektifitas keberadaan lorong waktu adalah bersifat kematerialan, tidak terlihat, tidak dapat disentuh, tertutup untuk dunia fana kehidupan umat manusia, namun tidak mutlak, karena kadang-kadang ia akan membukanya.
§  Lorong waktu dengan dunia manusia bukanlah suatu sistem waktu, setelah memasuki seperangkat sistem waktu, ada kemungkinan kembali ke masa lalu yang sangat jauh, atau memasuki masa depan, karena di dalam lorong waktu tersebut, waktu dapat bersifat searah maupun berlawanan arah, bisa bergerak lurus juga bisa berbalik, dan bahkan bisa diam membeku.
§  Terhadap dunia fana (ruang fisik kita) di bumi, jika memasuki lorong waktu, berarti hilang secara misterius, dan jika keluar dari lorong waktu itu, maka artinya adalah muncul lagi secara misterius.
Disebabkan lorong waktu dan bumi bukan merupakan sebuah sistem waktu, dan karena waktu bisa diam membeku, maka meskipun telah hilang selama 3 tahun, 5 tahun, bahkan 30 atau 50 tahun, waktunya sama seperti dengan satu atau setengah hari.
Meskipun beberapa teori dilontarkan, namun tidak ada yang memuaskan sebab munculnya tambahan seperti benda asing bersinar yang mengelilingi pesawat sebelum kontak dengan menara pengawas terputus dan pesawat lenyap.




Minggu, 27 Maret 2011

Sejarah Candi Prambanan

     Candi Rara Jonggrang atau Lara Jonggrang yang terletak di Prambanan adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia. Candi ini terletak di pulau Jawa, kurang lebih 20 km timur Yogyakarta, 40 km barat Surakarta dan 120 km selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Rara Jonggrang terletak di desa Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten. Candi ini dibangun pada sekitar tahun 850 Masehi oleh salah seorang dari kedua orang ini, yakni: Rakai Pikatan, raja kedua wangsa Mataram I atau Balitung Maha Sambu, semasa wangsa Sanjaya. Tidak lama setelah dibangun, candi ini ditinggalkan dan mulai rusak.

     Pada tahun 1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang berkebangsaan Belanda, kemudian pada tahun 1855 Jan Willem IJzerman mulai membersihkan dan memindahkan beberapa batu dan tanah dari bilik candi. beberapa saat kemudian Isaäc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi tersebut ditumpuk secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak. Pada tahun 1902-1903, Theodoor van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh. Pada tahun 1918-1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige Dienst) di bawah P.J. Perquin dengan cara yang lebih metodis dan sistematis, sebagaimana diketahui para pendahulunya melakukan pemindahan dan pembongkaran beribu-ribu batu tanpa memikirkan adanya usaha pemugaran kembali.Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 digantikan oleh Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun 1942 dan kemudian diserahkan kepemimpinan renovasi itu kepada putra Indonesia dan itu berlanjut hingga tahun 1993.
Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. Sebuah candi hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih ada. Oleh karena itu, banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang dan hanya tampak fondasinya saja.
Sekarang, candi ini adalah sebuah situs yang dilindungi oleh UNESCO mulai tahun 1991. Antara lain hal ini berarti bahwa kompleks ini terlindung dan memiliki status istimewa, misalkan juga dalam situasi peperangan.
Candi Prambanan adalah candi Hindu terbesar di Asia Tenggara, tinggi bangunan utama adalah 47m.
Kompleks candi ini terdiri dari 8 kuil atau candi utama dan lebih daripada 250 candi kecil.
Tiga candi utama disebut Trisakti dan dipersembahkan kepada sang hyang Trimurti: Batara Siwa sang Penghancur, Batara Wisnu sang Pemelihara dan Batara Brahma sang Pencipta.
Candi Siwa di tengah-tengah, memuat empat ruangan, satu ruangan di setiap arah mata angin. Sementara yang pertama memuat sebuah arca Batara Siwa setinggi tiga meter, tiga lainnya mengandung arca-arca yang ukuran lebih kecil, yaitu arca Durga, sakti atau istri Batara Siwa, Agastya, gurunya, dan Ganesa, putranya.
Arca Durga juga disebut sebagai Rara atau Lara/Loro Jongrang (dara langsing) oleh penduduk setempat. Untuk lengkapnya bisa melihat di artikel Loro Jonggrang.
Dua candi lainnya dipersembahkan kepada Batara Wisnu, yang menghadap ke arah utara dan satunya dipersembahkan kepada Batara Brahma, yang menghadap ke arah selatan. Selain itu ada beberapa candi kecil lainnya yang dipersembahkan kepada sang lembu Nandini, wahana Batara Siwa, sang Angsa, wahana Batara Brahma, dan sang Garuda, wahana Batara Wisnu.
Lalu relief di sekeliling dua puluh tepi candi menggambarkan wiracarita Ramayana. Versi yang digambarkan di sini berbeda dengan Kakawin Ramayana Jawa Kuna, tetapi mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan melalui tradisi lisan. Selain itu kompleks candi ini dikelilingi oleh lebih dari 250 candi yang ukurannya berbeda-beda dan disebut perwara. Di dalam kompleks candi Prambanan terdapat juga museum yang menyimpan benda sejarah, termasuk batu Lingga batara Siwa, sebagai lambang kesuburun.

     Pada 27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 5,9 pada skala Richter (sementara United States Geological Survey melaporkan kekuatan gempa 6,2 pada skala Richter) menghantam daerah Bantul dan sekitarnya. Gempa ini menyebabkan kerusakan hebat terhadap banyak bangunan dan kematian pada penduduk di sana. Salah satu bangunan yang rusak parah adalah kompleks Candi Prambanan, khususnya Candi Brahma.